ads by google 3

Awas... Fast Food

Bayangkanlah sebuah burger tersaji di hadapan Anda. Daging yang empuk dan hangat, sayuran yang segar, dan hadiah-hadiah yang membuat anak-anak berloncatan girang. Ehmmm... asyik dan sedap.


Di belakang daya pikat dan enaknya burger itu sesungguhnya tersimpan cerita yang mengerikan dan bahkan mungkin membuat Anda mual. Eric Schlosser dalam buku Fast Food Nation mengungkapkan semua kebobrokan industri makanan cepat saji. Intinya, berhati-hatilah ketika makan fast food.

Schlosser, seperti dikutip Washington Post, menghabiskan waktu hampir tiga tahun untuk meneliti dengan cermat industri fast food. Dari rumah penjagalan hewan, masalah kemasan, upah minimum pekerja-pekerja yang memasaknya, sekaligus iklan televisi yang memikat anak-anak untuk menyantapnya dengan iming-iming hadiah dan permainan berwarna. Pengalaman ini membuatnya terkejut dan marah.

Kemarahan dan kekecawaannya itu membuatnya tak lagi menyantap daging sapi instan. Bahkan anak-anaknya, yang berusia 8 dan 10 tahun dilarang memakan burger sekolah mereka dan Happy Meals yang biasanya mereka santap sambil bersenang-senang. "Mereka tak bahagia dengan hal ini," ujarnya, "tapi sebagai orang tua, kamu harus tahu apa yang kamu santapkan untuk anak-anak."

Schlosser, 41, berbicara pelan tapi mendalam. Dia bertubuh ceking seperti pelari. Mengenakan jas wol, dasi merah, kemeja putih dengan manset perak dan jins warna gelap, wartawan investigasi ini terlihat seperti seorang profesor di kuliahnya. Tapi ketika dia berbicara tentang bukunya, dia nampak sebagai seorang pria bersemangat yang mempunyai sisi kehidupan mengerikan.

Sebelum memulai proyeknya, dia memberi sedikit pemikiran tentang fast food. Ketika majalah Rolling Stone menanyainya di tahun 1997 untuk menulis sebuah artikel yang melihat Amerika melalui fast food, dia menyatakan ingin menulis sesuatu yang "tawar dan riang" -- seperti cerita mendalam yang telah ia lakukan untuk Atlantic Monthly tentang cerita dampak mariyuana dan petani migran California. Ketika dia memulai, dia menemukan sebuah perbedaan pandangan.

Dalam Fast Food Nation (Houghton Mifflin, US$ 25), Schlosser, yang mempunyai latar belakang sarjana dari Princeton, melihat fast food dari perspektif sejarah. "Sangat esensial bagiku, pertumbuhan fast food adalah sebuah sejarah Amerika setelah Perang Dunia II," ujarnya.

Bukunya menelusuri fast food dari permulaannya di tahun 1948 dengan berdirinya hamburger milik McDonald bersaudara di Los Angeles sampai sekarang. Apa yang menyulitkannya adalah perluasan pengaruh dimana fast food tak hanya membawa kebiasaan makan kita tapi juga kekuatan pekerja Amerika, daratan, budaya dan bagaimana makanan tersebut diproduksi. "Fast food bukanlah sumber dari semua penyakit tersebut, tapi pandangan dangkal dari industri, mentalitas rakus yang menyebabkan banyak konsekuensi yang tak penting," ujarnya.

Pendapat tersebut tentu saja dibantah pihak industri fast food. Terrie Dort, presiden dari National Council of Chain Restaurants, asosiasi perdagangan yang mewakili rangkaian fast food besar di Amerika, mengeluarkan pernyataan, "Hal yang patut disayangkan bahwa buku Schlosser, Fast Food Nation mengkategorisasi seluruh industri fast food dalam sejenis pandangan negatif. Perusahaan-perusahaan restoran yang terdiri atas pegawai industri sampai seratus dari ribuan pekerja di seluruh negeri telah menyediakan konsumen variasi luas dalam pilihan menu dan harga. Kami mengambil pengecualian terhadap karakterisasi dalam buku tersebut."

Meskipun demikian, 'penghinaan' Schlosser telah mengarahkan tidak hanya bagi eksekutif fast food dalam asosiasi tersebut dalam hal industri pemaketan makanan dan apa yang disebutnya resisten yang telah barjalan lama dari mandat pemerintah terhadap praktek keamanan makanan. "Aku tak pernah menemui secara langsung bisnis mana pun yang mengoperasikan bisnisnya secara tak pantas dan tak menyesal dengan akibatnya," kecam Schlosser.

Rata-rata orang Amerika, kata Schlosser, memakan burger tiga kali seminggu. Dua sampai tiga kali dari burger itu datang dari tempat-tempat fast food. Tahun lalu, orang Amerika menghabiskan 110 juta dolar untuk fast food, lebih dari pengeluaran mereka untuk pendidikan tinggi, komputer pribadi, software komputer, bahkan mobil baru.

Apa yang telah ditemukan Schlosser dari burger-burger itu, sehingga ia begitu sengit melawan industri makanan capat saji? Menurut riset Schlosser, satu bagian dari daging-daging sapi itu terbuat dari sisa ternak sapi penghasil susu, hewan-hewan yang kebanyakan telah terkena penyakit dan terlubang-lubangi dengan residu antibiotik. Dan kebanyakan ternak yang tampaknya secara alami memakan tumbuh-tumbuhan ternyata diberi makanan sampah hewani, termasuk rusa mati, lembu mati dan kucing atau anjing dari penampungan hewan.

Pemerintah federal melarang praktek ini di tahun 1997 karena kekhawatiran terhadap 'wabah sapi gila', tapi regulasi baru-baru ini masih mengizinkan babi dan kuda mati, diikutkan dengan unggas mati dan sampah unggas dan darah sapi, menjadi makanan sapi tersebut. (Dan awal tahun ini, sebuah inspeksi di tempat penampungan makanan di Texas menemukan beberapa lembu memakan makanan ilegal yang mengandung daging dan tulang, meskipun dilarang.)

Schlosser, yang telah dibawa secara rahasia, dalam sebuah tur malam hari ke rumah-rumah pemotongan hewan, menulis hal-hal faktual dalam bukunya tentang darah sedalam pergelangan kaki di lantai dan bau busuk yang menyengat dari pupuk, mengeluarkan isi perut hewan dan memotong bangkai dengan tarif 300 dolar sejam. Dia mencatat bahwa pemrosesan tumbuhan modern dapat memproduksi 800 ribu pounds hamburger setiap hari. Satu buah burger fast food, menurut Schlosser, dapat mengandung bagian dari satu lusin, bahkan ratusan, dari sapi-sapi yang berbeda.

Ia juga menulis berkembangnya patogen-patogen mematikan dari kotoran atau sapi yang terinfeksi dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan makanan --dan kematian-- setiap tahun. Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit di AS baru-baru ini mengestimasikan bahwa setiap hari 200 ribu orang sakit karena keracunan makanan, 900 dirawat di rumah sakit dan 14 orang meninggal.

Lester Crawford, kepala Pusat Peraturan Makanan dan Nutrisi di Universitas Georgetown dan mantan inspektur Departemen Pertanian, mengatakan dirinya membaca hanya "guntingan" dari buku Schlosser tapi menyebutnya sebagai "kritik mendalam yang baik."

Dia percaya bahwa masih terdapat beberapa kemajuan besar dalam prosedur pengamanan makanan dalam 15 tahun terakhir, termasuk fakta bahwa "kebanyakan restoran fast food tidak akan menyajikan sapi yang tidak dimasak. Akan terdapat banyak dampak dari penyakit keracunan makanan dan hal ini membutuhkan pengakuan."

Schlosser setuju dengannya. Lingkaran fast food sekarang lebih berhati-hati tentang penyajian melalui daging dimasak setelah empat anak meninggal di tahun 1993 karena makan daging sapi yang belum dimasak di Jack in the Box. "Burger Jack in the Box adalah pertaruhan terbaik," ujar Schlosser.

McDonald, tulisnya, telah merespon ke pengertian konsumen dan berusaha supaya pemasok dagingnya memperbaiki cara mereka mengatasi persediaan. McDonald juga telah menolak untuk menggunakan kentang hasil bioteknologi untuk kentang gorengnya karena tekanan konsumen. "Aku optimistis," ujar Schlosser. "Aku tidak mengira kami selalu memiliki kesempatan untuk menunggu tindakan pemerintah. Terdapat potensi besar untuk mengubah perusahaan fast food untuk menekan pemasok daging dan dari konsumen yang dapat menekan rantai fast food."


tempo.co.id

gugad1