ads by google 3

Berjodoh Secara Genetis

Menikahi laki-laki --atau sebaliknya jika Anda pria-- juga memadupadankan gen masing-masing, pada anak yang nanti dilahirkan. Secara genetis, itu dapat berarti Anda mungkin tak berjodoh, meski sudah ada ijab-kabul. Tak berjodoh secara genetis berarti gen Anda dan pasangan hidup Anda memunculkan kelainan-kelainan genetis pada anak.

Kasusnya tak sering, tapi selalu fatal, hingga tak ada alasan untuk menghindari pemeriksaan genetik pra-nikah. Sebenarnyalah, dibuka Klinik Genetik di kompleks RSCM, sebuah kabar gembira. Di klinik itu, siapapun dapat memeriksakan potensi kelainan genetisnya yang mungkin menurun ke anak dan mengonsultasikannya.

Mungkin, dengan cara ini sebuah pasangan dianjurkan lebih baik tak menikah. Anjuran yang tentu saja menakutkan, tapi jika diteruskan hasilnya dapat terlalu menyakitkan bagi anak -- buah hati Anda. Sama sekali tak ada alasan untuk tak melakukan pemeriksaan pra-nikah, bahkan dalam soal harga.

Ambil contoh penyakit thalasemia, yang bersifat menurun. Prevalensi pembawa sifat penyakit ini pada banyak populasi Indonesia berkisar antara 5 hingga 15 persen. Kemungkinannya termasuk tinggi, rata-rata 10 persen, yang berarti 10 dari 100 orang membawa sifat itu. Ketika terjadi perkawinan, satu dari seratus perkawinan merupakan perkawinan antar pembawa sifat. Pada akhirnya, 25 persen kemungkinan anak yang lahir dari perkawinan antar pembawa sifat itu akan mengidap thalassemia mayor. Di RSCM saja lebih dari 2.000 pasien thalassemia menjalani pengobatan.

Thalassemia -- ini yang menakutkan -- tak dapat sembuh, meski dapat diobati. Untuk dapat bertahan hidup, satu-satunya pengobatan yang tersedia saat ini adalah dengan transfusi darah -- seumur hidup!

"Pemeriksaan genetik pasangan yang akan menikah adalah cara terbaik mencegah penurunan penyakit genetik thalasemia itu," kata Sangkot Marzuki, direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, usai pembukaan klinik genetik itu.

Thalasemia baru satu contoh, karena penyakit yang disebabkan kelainan genetika sebenarnya ibarat sebuah gunung es yang puncaknya baru diketahui sedikit saja. Prevalensi penyakit kelainan genetika di dunia adalah 58 dari seribu kelahiran. Penyakit-penyakit kelainan genetik yang sudah diketahui di Indonesia selain thalassemia adalah kelainan metabolisme Fenilketonuria (PKU) dan Hipotiroidisme.

Kelainan genetik seperti Fenilketonuria (PKU) dan Hipotiroid Kongenital sangat jarang terjadi, tapi jika terjadi akibatnya fatal. Fenilketouria adalah penyakit gangguan metabolisme fenialalanin, salah satu jenis asam amino esensial pembentuk protein. Penderita fenilketonuria akan mengalami gangguan pertumbuhan dan keterbelakangan mental.

Data statistik kasus PKU di Indonesia -- lagi-lagi -- tidak ada, namun besar kemungkinan Indonesia memiliki cukup banyak pengidap. Sejauh ini di Cina 1 dari 16.500 kelahiran menderita PKU. Di Jepang terdapat 60 kasus PKU dari satu juta bayi lahir.

Penyakit gangguan metabolisme lainnya, Hipotiroid kongenital, disebabkan oleh berkurangnya atau tidak diproduksinya hormon tiroid setelah bayi lahir. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid (gondok) yang berfungsi dalam proses pertumbuhan. Sembilan puluh persen hipotiroid bersifat permannen dan sisanya bersifat sementara. Prevalensinya termasuk jarang hanya satu dari 4.000 bayi lahir.

Baik penderita thalassemia maupun penderita penyakit metabolisme PKU dan hipotiroid kongenital memerlukan pengobatan yang mahal dan terus-menerus. Dan bagi mereka, pengobatan itu sekaligus memicu masalah baru. Penderita thalassemia yang harus terus mendapat transfusi darah misalnya, berisiko terkena dampak buruk dari transfusi darah berupa penumpukan zat besi yang memicu gangguan jantung, hati dan limfa.

Jadi, ketika anak menjadi bagian terpenting dalam sebuah pernikahan, adakah yang lebih bijak dari melakukan pemeriksaan genetis sebelum menikah?



tempo.co.id

gugad1