ads by google 3

Mata di Lidah

Tunanetra melihat dengan perabanya. Tak lama lagi, mereka akan melihat dengan pengecapnya. Para peneliti University of Wisconsin di Madison, AS, mengungkapkan, akhir pekan lalu (31/4), mereka telah mengembangkan piranti yang memungkinkan orang 'melihat' dengan lidahnya. Nama alat bantu itu Tongue Display Unit (TDU).

Laiknya display, dia berperan seperti layar sebuah komputer. Hanya saja, layar itu menayangkan informasi dalam bentuk isyarat getaran. Sekali citra ditangkap kamera, seketika citra itu diolah dan hasilnya dikirim ke TDU untuk diinformasikan ke lidah. Jika harus berbelok ke kiri karena di kanan ada penghalang, TDU akan menggetarkan dan membikin geli lidah bagian kiri. Demikian sebaliknya.

Mengapa lidah? Menurut pengembangnya, Dr Paul Bach-y-Rita, profesor rehabilitasi medis University of Wisconsin, lidah digunakan karena ia gerbang otak yang baik -- sangat sensitif. ''Impuls listrik dari kamera pengindra atau komputer yang dialirkan ke lidah memungkinkan pemakainya merasakan obyek di sekelilingnya.'' Lidah memang tempat terbaik dibanding bagian peraba lainnya. Dia selalu basah oleh saliva (air ludah), yang diperlukan agar listrik terhantarkan ke jaringan di sekitarnya.

Radar penuntun itu, kali ini menurut New Scientis, dua pekan lalu, sudah diuji-coba. Hasilnya memuaskan. Dalam pengujian itu, seorang sukarelawan, Cheryl Schiltz, harus menyebrang melalui rintangan yang komplek. Dengan mata tertutup dan melalui sela-sela komputer yang dibuat lintang-pukang, dia berhasil melintas. ''Menakjubkan! Cukup dengan merasakan getarannya di lidah, otak saya segera tahu harus pergi ke arah mana,'' kata Schiltz.

Schiltz mengatakan, ia sama sekali tak terganggu dengan sengatan setrum pada lidahnya. Dia hanya kegelian. Lidahnya itu juga seperti baru ditetesi air bersoda. ''Sama sekali tak terasa jika listrik itu berasal dari baterei 9 volt,'' ujarnya.

Lebih jauh, Schiltz mengatakan ia dapat menguasai alat ini mudah dipelajari. Kata Paul, alatnya memang sudah dapat digunakan dengan baik dengan belajar selama 50 jam. ''Ketika mulai berlatih dengan TDU, sepertinya ada sesuatu pada lidah,'' katanya. ''Tapi, sesudah 10 jam, itu terlupakan dan lidah kini seperti melihat apa yang ada di ruangan,'' kata Paul.

Toh, saat ini, alat itu masih belum akan tersedia untuk umum. Paul memperkirakan, alatnya baru tersedia untuk umum lima tahun ke depan. Tentu saja dengan beberapa perbaikan, termasuk kenyamanan pemakaiannya. Ketika itu, misalnya, TDU sudah benar-benar tertanam di lidah. Sistem video dan sensornya juga sudah menyatu dengan kacamata pemakai.

Kendati belum sempurna untuk umum, bagi militer alat ini sudah menjanjikan. Angkatan Laut AS mengungkapkan, mereka segera akan menguji piranti itu untuk dipakai para penyelam. Kata mereka, alat ini akan menunjukkan jalan di kegelapan laut.


tempo.co.id

gugad1