ads by google 3

Otak Sang Penjudi

Bagian kanan merespons kemenangan, bagian kiri merespons kekalahan


Saat seseorang berjudi, otak bertabiat aneh. Ketika mengharapkan kemenangan, otak berlaku seperti ketika pemadat tengah menyuntikkan kokain: hemisfer otak sebelah kanan menyala. Sebaliknya, ketika dia waswas karena membaca kekalahan, hemisfer otak sebelah kiri yang menyala.

Para peneliti Massachusetts General Hospital mengungkapkan temuan itu. Mereka mengungkapkan di jurnal Neuron edisi 24 Mei, bagian otak yang merespons adanya kemungkinan menang saat berjudi sama dengan yang terlihat ketika otak merespons suntikan kokain dan morfin.

Untuk melakukan penelitian tersebut, para peneliti memantau otak 12 pria menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Alat ini memetakan respons otak mereka ketika aktif dalam permainan yang mempertaruhkan uang mereka di meja rolet.

Sebelumnya, kepada tiap partisipan diberikan masing-masing US$ 50 sambil dikatakan bahwa itu uang mereka yang bisa bertambah tapi juga bisa hilang.

Mereka menemukan, aliran darah ke otak berubah dengan cara yang sama seperti ketika masuknya kokain pada pecandu atau morfin dosis rendah pada individu yang bebas obat itu.

Perubahan bervariasi sesuai dengan jumlah uang yang dipertaruhkan. Makin banyak uang yang pertaruhkan, makin bergairah mereka.

Respons utama untuk menang, atau adanya prospek untuk menang, diperlihatkan oleh hemisfer kanan otak, sedangkan hemisphere kiri lebih aktif untuk merespon kekalahan. Abnormalkah otak mereka? Kata pimpinan tim peneliti Dr. Hans C. Breiter, tidak. ''Kesesuaian aktivitas otak penjudi dan pemadat obat bius itu mengindikasikan bagian sirkuit itu dipergunakan untuk memproses kemenangan atau kekalahan yang memiliki bermacam-macam konsekuensinya,'' katanya.

Walau begitu, mungkin juga ada abnormalitas. Bagaimanapun, para pecandu judi memang kelihatan tak normal.

Ketagihan Judi

Judi kemungkinan besar mengubah kadar hormon dalam tubuh. Selanjutnya, seperti obat bius, mereka pun ketagihan. ''Sama seperti rokok, minuman keras, dan obat bius,'' papar Dr. Gerhard Meyer, peneliti University of Bremen, Jerman.

Meyer dan timnya sampai pada kesimpulan tersebut setelah memantau perubahan fisik yang terjadi pada 10 penjudi yang menjadi sukarelawan penelitian dan diminta memainkan kartu black jack.

Kepada mereka, para peneliti mengukur perubahan detak jantung dan tingkat hormon stres kortisol dalam air liur. Ternyata, baik detak jantung maupun konsentrasi kortisol terlihat meningkat secara signifikan.

Meyer mengungkapkan, penelitian itu tak memberikan bukti yang pasti bahwa orang bisa ketagihan judi. Ini karena tak ada bukti bahwa peningkatan kadar kortisol memiliki dampak pada zat kimia kunci di otak seperti dopamin. Meski begitu, dia menyangka hal itu terjadi karena para penjudi itu melaporkan adanya peningkatan perasaan euforia (rasa gembira yang berlebihan) ketika mereka memasang taruhan.

Euforia mereka mirip para pecandu obat-obatan yang berasal dari dopamin dan serotonin. Dopamin akan dilepaskan lebih banyak ketika obat dikonsumsi dibandingkan biasanya.

Wanita dan Judi

Yang tampak di film-film itu, yang memperlihatkan wanita sedang asyik berjudi, sesuai dengan kecenderungan yang sesungguhnya. Sebuah penelitian yang dipimpin Dr. Hermano Tavares, pakar University of Sao Paulo, Brazil, mengungkapkan wanita 3 kali lebih mudah tergoda untuk berjudi dibanding pria.

Meski begitu, mereka memiliki latar belakang dan cara mengejawantahkan kecenderungan itu dengan cara yang berbeda dari penjudi pria. Tak seperti pria, wanita berjudi dengan alasan ingin menghindari persoalan, ingin sendirian, atau baru mulai berjudi ketika usia mereka beranjak tua.

Alasan-alasan itu, tampaknya, membuat temuan ini tak bertentangan dengan data judi patologis. Kecanduan judi atau dikenal sebagai judi patologis diketahui lebih banyak terjadi pada pria (umur mereka antara 21 hingga 55 tahun) dan diidap oleh sekitar 1 hingga 4 persen anggota masyarakat. Pecandu judi wanita hanya sepertiganya.

Otak Suka Kejutan

Mengapa melakukan sesuatu hal kecil yang tak diharapkan menjadi kenikmatan yang begitu berarti?

Ternyata, itulah yang disukai otak. Tampaknya pusat kenikmatan otak lebih "hidup" ketika mengalami hal-hal nikmat yang tak terduga sama sekali, dibanding jika kenikmatan itu telah diharapkan sebelumnya. Kesimpulan ini, seperti hasil temuan mengenai gambaran baru respons otak terhadap kejutan yang dipublikasikan Journal of Neuroscience edisi April 2001.

Para peneliti di Emory University dan Baylor College of Medicine yang menemukan fenomena ini.

"Saat otak menemukan kenikmatan tak terduga, maka akan timbul perasaan yang memuaskan melebihi kenikmatan yang dapat diduga. Hal ini sama rasanya dengan ketika orang dapat mengatakan apa yang ia senangi," kata Dr. Gregory Bern, pimpinan penelitian itu.


tempo.co.id

gugad1